APTRI : Pemerintah tak mendengar suara petani tebu dalam menentukan kebijakan impor gula
Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyatakan bahwa saat ini peran petani tebu dalam menentukan kebijakan impor gula mentah untuk kebutuhan gula kristal putih (GKP) telah tiada. Padahal sebelumnya, petani dapat ikut menentukan waktu impor sehingga bisa merekomendasikan penghentian sementara impor gula.
Menurut Soemitro, pada tahun 2014 Kementerian Perdagangan (Kemdag) menyertakan Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), dan APTRI juga memberikan input bila sebaiknya impor direm dulu. Petani saat itu pun mendapatkan data mengenai realisasi impor beserta jumlah izin yang diberikan kepada industri. Hal tersebut dinilai dapat membuat petani gula mengetahui neraca gula yang berada di Indonesia.
Untuk tahun 2018 pemerintah dalam menentukan kebijakan impor gula tidak lagi mendengarkan petani. Padahal tahun 2018 Indonesia berencana melakukan impor 1,1 juta ton.
Soemitro mengungkapkan jumlah tersebut dinilai berlebih. Mengingat saat ini masih terdapat gula kristal rafinasi (GKR) yang merembes ke pasar konsumsi. Menurut Soemitro impor raw sugar untuk GKR 3,2 juta ton berlebih, kelebihan 500.000 ton masuk dalam pasar konsumsi.
Selain itu sisa gula bekas impor raw sugar tahun 2016 pun dinilai masih menumpuk di gudang Perum Bulog. Soemitro menambahkan bahwa gula tersebut sebelumnya diminta untuk dibeli oleh pedagang.
Dikatakan Soemitro sebelumnya produksi petani tebu selalu menjadi sumber pemerintah untuk menentukan jumlah impor gula kristal putih. Namun hal itu sudah tidak pernah dilakukan lagi oleh pemerintah. Sehingga Pemerintah terkensan mengabaikan suara petani tebu.
Leave a Reply